Kepemimpinan Rasulullah Dalam Pendidikan

KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW DALAM PENDIDIKAN
Oleh :
Taufik Akbar Hasibuan



Pendahuluan 
Kajian yang berkenaan dengan Rasulullah, memang tak pernah pudar dan berhenti dilakukan orang, termasuk dari kalangan non Muslim, dengan berbagai corak pembahasan dan sudut pandang, sosok Rasulullah, sebagai kepribadian yang paripurna dan memiliki landasan nilai akhlakul karimah, tidak akan pernah habis dikaji oleh manusia, namun hendaknya kajian tersebut tidak berhenti pada kajian sejarah belaka tanpa memberi makna pada masa kekinian.
Tahun 1982 silam, dunia pernah dihebohkan dengan terbitnya buku Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Michael H. Hart menempatkan Nabi Muhammad SAW, sebagai tokoh pada urutan pertama dan utama di antara seratus tokoh dunia paling berpengaruh lainnya. Hal ini bukan tanpa alasan, Hart menjelaskan alasannya menjadikan Nabi Muhammad SAW pada urutan pertama adalah, bahwa Muhammad SAW adalah satu-satunya manusia yang berhasil meraih kesuksesan gemilang dan kegemilangannya bertahan hingga waktu yang sangat panjang.
Keberhasilan yang diraih Rasulullah, merupakan pengorbanan luar biasa sulit, apalagi pada awal-awal perjuangan beliau, karena belum adanya dukungan dari orang-orang kuat sebagai sahabat, kondisi ini baru terlihat berbeda ketika Islam sudah mulai diterima oleh masyarakat Makkah, hingga Islam mulai menghiasi kehidupan masyarakat Jazirah Arab. Kegemilangan tersebut berlangsung hingga hari ini di abad ke 15 dari kerasulan Muhammad SAW, hal inilah yang menjadikan Hart berani menempatkan Nabi Muhammad SAW pada urutan pertama dan utama di bukunya.
Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut tentunya kita perlu berkaca pada konteks historikal kesuksesan Rasulullah dalam menegakkan daurah Islamiyah, dari sejarah panjang yang dilakoni Rasulullah, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pembahasan 
Karakteristik dan Tipe Kepemimpinan Nabi Muhammad saw.
Allah memerintahkan pada manusia, khususnya orang-orang yang beriman, agar taat dan patuh kepada Rasulullah saw. Ketaatan dan kepatuhan pada beliau sebagai manusia pilihan Allah SWT. merupakan perwujudan kepemimpinan Allah SWT. secara nyata di muka bumi ini. Kepribadiannya sebagai pemimpin di dalam pola pikir, bersikap dan berperilaku, merupakan pancaran isi kandungan al-Quran sehingga sepatutnya diteladani. Untuk itu bukan beliau yang memerintahkan atau menganjurkan agar mengambil suri teladan dari perkataan, perbuatan dan diamnya, tetapi justru datangnya dari Allah SWT.
Kesuksesan beliau dalam berbagai bidang merupakan dimensi lain kemampuan sebagai leader dan manajer yang menambah keyakinan akan kebenaran Rasul. Dikatakan leader karena beliau selalu tampil di muka, menampilkan keteladanan, dan kharisma sehingga mampu mengarahkan, membimbing dan menjadi panutan. Dikatakan manajer karena beliau pandai mengatur pekerjaan atau bekerja sama dengan baik, melakukan perencanaan, memimpin dan mengendalikannya untuk mencapai sasaran.
Umat Islam memandang Muhammad saw bukan hanya sebagai pembawa agama terakhir (Rasul) yang sering disebut orang sebagai pemimpin spiritual, tetapi sebagai pemimpin umat, pemimpin agama, pemimpin negara, komandan perang, qadi (hakim), suami yang adil, ayah yang bijak sekaligus pemimpin bangsa Arab dan dunia. 
Hal ini menunjukkan bahwa peran Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin umat sangat besar pengaruhnya. Perwujudan kepemimpinan beliau dengan memberi pendidikan dan pengajaran yang baik kepada umat dengan keteladanan yang baik (uswatun hasanah).
Pada dasarnya Islam memandang bahwa setiap manusia merupakan pemimpin. Sehingga setiap umat Islam sebagai pemimpin yang beriman harus berusaha secara maksimal untuk meneladani kepemimpinan Rasulullah sebagai konkretisasi kepemimpinan Allah SWT, untuk itu Allah SWT. memfirmankan agar mentaati Rasulullah, baik berdasarkan sabda dan perilakunya, maupun diamnya beliau dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah kehidupan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah surat An-Nisa:64
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ إِذ ظَّلَمُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ جَآءُوكَ فَٱسۡتَغۡفَرُواْ ٱللَّهَ وَٱسۡتَغۡفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُواْ ٱللَّهَ تَوَّابٗا رَّحِيمٗا ٦٤
 “Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk ditaai dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang. (Q.S. An-Nisa:64).

Firman Allah di atas dengan jelas memerintahkan agar setiap umat Islam mematuhi dan taat pada perintah Allah dan Rasulullah. Allah SWT juga menerangkan bahwa setiap Rasul yang diutus oleh-Nya kedunia ini dari dahulu sampai kepada Nabi Muhammad saw wajib ditaati dengan izin (perintah) Allah karean tugas risalah mereka adalah sama yaitu untuk menujukan umat manusia kejalan yang benar dan kebahgiaan hidup didunia dan akhirat.
Diterangkan pula dalam sebuah hadits bahwa Nabi Muhammad senantiasa menganjurkan setiap orang untuk mentaati pemimpinya, selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat dan kemungkaran terhadap Allah.
 Dari Abi Hurairah dari rasulullah sesungguhnya telah berkata : dia yang taat kepadaku berarti mentaati Allah dan dia yang tidak patuh padaku berarti tidak mentaati Allah. Dan dia yang mentaati Amir berarti mentaati Aku, dan yang tidak mentaati Amir berarti tidak mematuhi aku (HR. Muslim).
Baik dari surat An-Nisa ayat 64 maupun hadits diatas menerangkan bahwa kita diperintahkan untuk taat kepada pemimpin yang harus disandarkan pada izin Allah, ini berarti setiap ketaatan orang pada pemimpinya, rakyat pada pemerintah dan anak pad orang tua semata-mata karena izin Allah Selanjutnya di bawah ini akan diketengahkan usaha mencari dan menggali sesuatu yang dapat dan harus diteladani dari kepemimpinan Nabi Muhammad saw. yaitu:
Kepribadian yang Tangguh
Nabi Muhammad saw. adalah sosok yang sangat kuat baik pada masa kecilnya, dewasanya bahkan sampai wafatnya menunjukkan sikap yang sangat kuat teguh pendirian (istiqamah). Sejak pertamanya beliau tidak terpengaruh oleh kondisi masyarakat di sekitar yang terkenal kebobrokan dan kejahiliahannya, menyembah berhala dan patung. Kepribadian itulah yang menjadi dasar atau landasan yang kokoh bagi seorang pemimpin, karena hal itu bermakna juga sebagai seseorang yang memiliki prinsip hidup yang kokoh dan kuat.
Kepribadian dan Akhlak Terpuji.
Kepribadian yang terpuji ini memiliki beberapa sifat yang terhimpun dalam pribadi Nabi Muhammad disebut sifat wajib Rasul meliputi shiddiq, amanah, tabligh dan fathanah. Bertolak dari sini dapat dikatakan bahwa Rasul (termasuk Muhammad) pasti tidak memiliki sifat-sifat sebaliknya, yang disebut sifat-sifat mustahil sifat dimaksud yakni kizb, khiyanah, kitman dan baladah. Namun Rasul sebagai manusia pasti memiliki sifat jaiz, yakni sifat-sifat kemanusiaan yang tidak menurunkan derajat atau martabat beliau sebagai utusan Allah. Dalam sifat jaiz ini Rasul tidak dapat menghindar dari ujian dan cobaan Allah SWT. seperti rasa sedih, sabar, dan tabah.
Sifat wajib dan sifat jaiz yang dimiliki Rasul tanpa memiliki sifat mustahil, sangat menunjang pelaksanaan kepemimpinan yang beliau laksanakan. Kondisi itu mengakibatkan kepemimpinan Nabi Muhammad berbeda prinsipil dari kepemimpinan manusia biasa.
Dalam segala hal, akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur'an sebagaimana komentar yang diungkapkan oleh Nasih Ulwan yang dikutip oleh Slamet Untung mengatakan bahwa Muhammad adalah refleksi hidup keutaman Al-Qur'an, ilustrasi dimanis tentang petunjukpetunjuk Al-Qur'an yang abadi.
Dengan mengambil keteladanan dari kehidupan Nabi saw berkaitan dengan pendidikan akhlak Nabi, beliau sendiri menegaskan dalam salah satu hadits yang sudah dikenal luas dikalangan pengikutnya :
Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak. (H.R.Ahmad)

Dari poin ini dapat dipahami bahwa inti dari kepemimpinan pendidikan Nabi Muhammad adalah penanaman dan pengembangan sistem akidah, ubudiyah dan muamalah yang berorientasi pada akhlakul karimah.
Kepribadian yang Sederhana.
Beliau mengajarkan pada umatnya untuk hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Ini bukan berarti beliau mengerjakan kemiskinan pada manusia, tetapi beliau menyuruh umat Islam untuk selalu tampil sederhana dengan melakukan sedekah pada orang lain dan saling membantu. Sikap hidup sederhana Nabi Muhammad saw. beliau tunjukkan dalam hidup sehari-harinya. Entah dalam keadaan damai ataupun perang di antara para pengikutnya atau di antara orangorang kafir dan musuh-musuhnya, Nabi Muhammad saw. Selalu menjadi teladan. Beliau memperlakukan orang dengan penuh kesopanan dalam semua kesempatan.
Sebagai kepala negara, rutinitas hariannya sangat sederhana dan merefleksikan sikapnya yang rendah hati. Beliau memperbaiki dan menjahit pakaiannya yang sobek dan menambal sepatunya sendiri. Beliau biasa memerah susu kambing piaraannya dan membersihkan lantai rumahnya yang sederhana. Sikap ini benarbenar menunjukkan betapa sederhananya Nabi dalam hidupnya, meskipun beliau seorang pemimpin besar.
Kepemimpinan Nabi Muhammad saw. berjalan di atas nilai nilai Islam yang berhasil menanamkan keimanan, ketakwaan, kesetiaan dan semangat juang untuk membela kebenaran dan mempertahankan hak selain beroleh bantuan Allah SWT. Pada titik ini memang layak dimunculkan pertanyaan di mana letak kunci kesuksesan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Selain memang mendapat petunjuk, bantuan dan perlindungan Allah SWT. 
Ada beberapa kunci yang dapat diteladani oleh umatnya, yaitu:
Akhlak Nabi yang terpuji tanpa cela
Karakter Nabi yang tahan uji, tangguh, ulet, sederhana, dan bersemangat baja.
Sistem dakwah yang menggunakan metode imbauan yang diwarnai dengan hikmah kebijaksanaan.
Tujuan perjuangan Nabi yang jelas menuju ke arah menegakkan keadilan dan kebenaran serta menghancurkan yang batil, tanpa pamrih kepada harta, kekuasaan dan kemuliaan duniawi.
Prinsip persamaan.
Prinsip kebersamaan.
Mendahulukan kepentingan dan keselamatan pengikut.
Memberikan kebebasan berkreasi dan berpendapat serta pendelegasian wewenang.
Tipe kepemimpinan karismatis dan demokratis.
Keberhasilan Nabi Muhammad saw. dalam memimpin umat dikarenakan tingkah laku beliau yang selalu berdasarkan Al-Quran dan ditunjang beberapa sifat yang melekat padanya. Adapun sifat utama yang melekat pada diri pribadinya yaitu:
Kehormatan kelahirannya.
Bentuk dan potongan tubuh yang sempurna.
Perkataan yang fasih dan lancar.
Kecerdasan akal yang sempurna.
Ketabahan dan keberanian.
Tidak terpengaruh oleh duniawi.
Hormat dan respek terhadap dirinya.
Tipe kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dalam Pendidikan.
Kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dijalankan dengan kerelaan dan ketulusan hati demi kaumnya dan seluruh umat manusia. Kepemimpinan itu tidak sekedar dilaksanakan dalam suasana damai atau setelah umat Islam mengalami kejayaan, tetapi juga pada saat berhadapan dengan masyarakat jahiliyah yang kejam dan bengis bahkan pada saat-saat menyerang atau diserang dalam peperangan dengan orang-orang kafir.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan Nabi Muhammad saw. pada dasarnya bersifat situasional. Dalam situasi yang berbeda-beda beliau selalu menampilkan kepemimpinan yang tepat dan bijaksana, karena didasari oleh keagungan kepribadian yang beliau miliki.
Dilihat dari teori-teori kepemimpinan sekarang ini berarti kepemimpinan situasional yang beliau jalankan, selalu berubah-ubah tipenya karena harus disesuaikan dengan situasi yang dihadapinya. Tipe-tipe yang dijalankan Nabi Muhammad dimaksud adalah:
Kepemimpinan Otoriter.
Perwujudan kepemimpinan otoriter Nabi Muhammad saw. tampak dalam sikap beliau ketika menghadapi orang-orang kafir dan dalam memberikan hukuman serta pelaksanaan petunjuk dan tuntutan Allah SWT. lainnya. Aturan yang ada tidak boleh dibantah, jika telah diwahyukan oleh Allah SWT. tidak dibenarkan dan tidak diperbolehkan memberi saran, pendapat kreativitas, dan inisiatif, artinya suatu perintah harus dilaksanakan dan larangan harus ditinggalkan.
Wujud ibadah yang tidak dapat ditawar-tawar, misalnya shalat, puasa, zakat, haji. Kesemuanya harus dilaksanakan sesuai ketentuan syariat. Sifat Nabi yang otoriter tampak ketika beliau menyuruh semua orang untuk meninggalkan semua bentuk kemusyrikan dengan cara menanamkan keyakinan dan kepercayaan penuh terhadap Allah SWT. Nabi menjadi eksponen dari lima pilar Islam dan dengan demikian beliau melakukan perubahan revolusioner dalam kehidupan manusia. Kelima pilar itu yakni:
Deklarasi atau pernyataan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.
Melaksanakan shalat lima waktu di masjid bagi kaum lelaki, di rumah/di masjid bagi kaum perempuan.
Membayar zakat 2,5 % dari semua penghasilan dalam setahun yang diberikan kepada fakir miskin dan wanita janda agar memiliki kesabaran pengorbanan dan dengan demikian membersihkan harta kekayaannya.
Berpuasa di bulan Ramadhan sebulan penuh agar meraih kebaikan dan kebenaran.
Menunaikan ibadah haji, sekali seumur hidup. 
Kelima pilar tersebut dalam ajaran Islam dikenal dengan rukun Islam. Dalam melaksanakan kelima pilar Islam ini Nabi Muhammad saw. melandaskan pada syariat Islam, yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, artinya setiap orang Islam wajib mengerjakan rukun Islam itu dengan tidak boleh ditawar-tawar, atau ditinggalkan kecuali karena adanya halangan tertentu.
Oleh karena itu kepemimpinan Nabi Muhammad saw. merupakan bentuk konkret dari kepemimpinan Allah SWT., maka yang berlaku di muka bumi selalu dilaksanakan sebagaimana mestinya. Untuk itu Allah SWT. telah memberikan petunjuk dan tuntunan yang jelas, dengan menutup sama sekali pemberian saran, pendapat, inisiatif, kreativitas dan lain-lain.
Kepemimpinan Laissez Faire
Dalam menyeru umat manusia terlihat kepemimpinan Nabi Muhammad saw. yang bersifat laissez faire bebas. Beliau tidak memaksa dengan kekerasan, setiap manusia diberi kebebasan memilih agama yang akan dipeluknya. Beliau hanya diperintahkan Allah SWT. untuk menyeru dan memperingatkan keberuntungan bagi yang mendengar dan kerugian bagi yang sombong dan angkuh menolak seruan beliau. Jika ada yang menolak beriman kepadanya, beliau tidak memaksanya namun tetap memberi peringatan kepada mereka. Hal ini senada dengan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 256:
لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَيِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ٢٥٦ 

 “Tidak ada paksaan dalam menganut agama, sebab sudah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. Barang siapa yang ingkar kepada taghut hanya percaya kepada Allah, berarti ia berpegang pada tali yang berbuhul kuat yang tidak mungkin putus. Allah maha mendengar dan maha mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah: 256)

Ayat di atas dengan jelas menggambarkan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dalam menyeru umat bersifat laissez faire, dengan melarang untuk menggunakan jalan kekerasan dan pemaksaan trrhadap orang-orang yang bukan muslim untuk memaksa mereka masuk Islam. 
Namun apabila seseorang telah menyatakan dirinya beriman, maka kepemimpinan beliau berkembang menjadi bersifat konsultatif, pengayoman dan karismatis. Beliau memberi kesempatan pada umatnya untuk meminta petunjuk sebagai perwujudan kepemimpinan konsultatif. Beliau juga berusaha mengayomi umatnya yang menghadapi masalah-masalah kehidupan.
Keikhlasan dan ketulusan beliau dalam menjalankan kepemimpinan dan mendidik umat tidak mengharapkan upah, sehingga semakin menambah kharisma di lingkungan umat Islam di masa hidupnya, sekarang dan masa mendatang. Meskipun demikian, didalam kepemimpinan tersebut tetap terdapat kebebasan karena pengawasan langsung dari Allah, dan pengawasan yang dilakukan Nabi Muhammad hanya bersifat menumbuhkan tanggung jawab pribadi.
Kebebasan yang diberikan Nabi Muhammad terhadap umatnya dalam mencapi tingkaty keimanan yakni melalui usaha serta kesanggupan mereka dan tanggung jawabnya masing-masing disisi Allah. Setiap manusia harus bertanggung jawab sendiri atas pilihanya menjadi beriman atau sebaliknya tenggelam dalam kekafiran. Hasil pilihannya itu yang akan diwujudkan menjadi tingkah laku untuk dipertanggung jawabkan dirinya masing-masing, untuk itu pengawasan terhadap pilihan dan perilaku manuisa berada langsung ditangan Allah. 
Kepemimpinan Demokratis.
Islam menjadikan musyawarah sebagai peraturan untuk meneliti dan memeriksa pendapat agar memperoleh petunjuk yang terbaik. Islam juga menjamin kebebasan berpendapat bagi tiap orang selam pendapat itu tidak bertentangan dengan akidah dan syariat Islam. Contoh pemimpin yang paling ideal dan efektif tidak bisa lepas dari sosok seorang Nabi besar Muhammad saw. Beliau di dalam kepemimpinan yang bersifat situasional, tidak sedikit langkah-langkah dan prinsip-prinsip demokrasi beliau wujudkan dan kembangkan. Perilaku demokratis itu beliau wujudkan dalam bentuk hubungan silaturrahmi dengan para sahabat. Antara beliau dengan  sahabat tidak terdapat jarak, bahkan sebaliknya menampakkan keakraban.
Kebebasan menyampaikan pendapat, kritik atau saran tetap beliau terima sebagai tanda kepemimpinan Nabi Muhammad saw. yang bersifat demokratis. Kepemimpinan Rasulullah saw. yang bersifat demokratis terlihat pada kecenderungan beliau menyelenggarakan musyawarah, terutama jika menghadapi masalah yang belum ada wahyunya dari Allah SWT, kesediaan beliau sebagai pemimpin untuk mendengarkan pendapat, bukan saja dinyatakan dalam sabdanya, tetapi terlihat dalam praktik kepemimpinannya. Karena dalam musyawarah terdapat tukarmenukar pikiran dan masing-masing orang dapat mengemukakan pendapatnya serta menyimak pendapat orang lain. Musyawarah seringkali dijadikan indikasi demokrasi. 
Oleh karean itu musyawarah diperintahkan dalam kitab suci Al-Qur'an yang disepadankan dengan iman atau percaya kepada Allah, menjauhi segala dosa, melaksanakan sholat dan infaq dijalan-Nya sertya berjihad untuk menegakkan kebenaran dan menjujung tinggi kalimat Allah .
Dengan mengutip perkataan al-Hasan, al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa musyawarah dapat melembutkan hati orang banyak mengasah otak dan menjadi jalan menuju kebenaran dan tidak ada satupun yang bermusyawarah kecuali mendapat petunjuk.
Dengan demikian musyawarah sangat dianjurkan dalam banyak urusan baik menyangkut ibadah dan muamalah. Demikianlah sikap yang nampak dalam pribadi Nabi Muhammad saw. dalam setiap keputusannya bermusyawarah yang mengedepankan nilai-nilai islami dari Allah.
Prinsip-prinsip Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.
Kepemimpinan yang dijalankan Nabi Muhammad saw. dalam menyeru, mengajak umat manusia berjalan dengan pedoman dasar Islam yaitu al-Quran, karena pada dasarnya semua yang ada pada diri beliau sebagai cerminan dari al-Quran itu sendiri. Oleh karena itu prinsip-prinsip kepemimpinan beliau yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran. Prinsip-prinsip yang dimaksud yaitu:
Amanah
Prinsip amanah menjadi sendi dasar dalam menegakkan sebuah kepemimpinan pada semua level, baik keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Seorang pemimpin adalah orang yang diberi amanat dan mewakili Allah menegakkan firman-firman-Nya di tengah-tengah manusia. 
Kekuasaan pemimpin atas orang yang dipimpin merupakan amanah yang harus dipegang, dipelihara, dan dilaksanakannya dengan penuh kejujuran. Sebab, setiap amanah akan menuntut pertanggungjawaban. Sikap amanah erat kaitannya dengan kejujuran dan keadilan, karena kejujuran akan melahirkan kepercayaan dari orang lain, sekali tidak jujur akan sulit menimbulkan kepercayaan dari rakyat yang dipimpin dan sekali bersikap tidak adil sulit menimbulkan kewibawaan kepemimpinan dari rakyat. Oleh karenya Allah memerintahkan agar menyampaikan amanat kepada yang berhak nmenerimanya dengan jalan yang adil tanpa membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya, meskipun itu terhadap keluarganya sendiri.
Sifat amanah Nabi Muhammad saw. ini telah nampak sebelum dan sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Sejak muda beliau sudah menampakkan performa amanah ini, sehingga julukan yang disandangnya yaitu al-amin (dapat dipercaya). Karena kejujuran dan amanah itu pula beliau mendapat kepercayaan untuk meletakkan hajar al-aswad pada tempatnya setelah direnovasi. Kebijaksanaan yang diambilnya yaitu mengikutsertakan semua orang (para pemimpin kabilah) berpartisipasi dalam kerja pembangunan, meletakkan hajar al-aswad pada tempatnya.
Keadilan dan Persamaan
Keadilan dan persamaan merupakan dua kata saling mengisi dan mendukung. Kedua prinsip ini dalam sebuah kepemimpinan harus diutamakan, karena bagi seorang pemimpin yang baik selalu mengedepankan keadilan dan persamaan di antara anggota-anggotanya, suksesnya suatu kepemimpinan bergantung pada seberapa jauh seseorang mampu bertindak adil dalam memutuskan perkara.
Pemimpin harus mengetahui mana yang mendapat hukuman, ganjaran, teguran dan pemecatan. Keadilan dalam hal pendidikan berarti terjaminnya keamanan individu (pendidik) dan golongan dalam merealisasikan kemaslahatan, memajukan dan mengatur hubungan dengan orang lain agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Yang dimaksud dengan adil disini adalah meberikan hak orang lain kepada yang berhak tanpa membeda-bedakan orang-orang yang berhak itu, dan melakukan tindakan terhadap orang yang salah sesuai dengan kejahatan dan kelalaiannya tanpa mempersukarnya atau bersikap pilh kasih kepadanya. 
Banyak ayat Al-Qur'an yang membicarakan tentang keadilan diantaranya dalam suarat An-Nahl ayat 90 :
۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٩٠ 

“sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(Q.S. An-Nahl : 90).

Lebih tegas lagi Allah menekankan tentang pentingnya berlaku adil meskipun terhadap musuh dan melarang menganiaya seseorang karena menuruti kemarahan, Dari ayat diatas jelas terlihat bahwa Allah sangat menganjurkan untuk berbuat adil terhadap siapapun tanpa harus memandang derajad orang lain dan dimanapun dia berada. Keadilan adalah neraca kebenaran, sebab manakala terjadi ketidakadilan terhadap suatu umat, apapun sebabnya maka akan lenyap kepercayaan umum dan tersebarlah berbagai macam kerusakan dan terpecah belahlah segala hubungan dalam masyarakat,asalah keadilan merupakan syarat tegaknya suatu kepemimpinan yang harus ditegakkan tanpa pandang bulu, karena keadilan lebih dekat dengan taqwa, dan terhindar dari murka Allah.
Al-Quran mewajibkan umat Islam agar memutuskan setiap perkara dengan adil dan tidak berat sebelah serta menepati janji. Karenanya, seluruh umat manusia bukan saja para penguasanya, memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan. Dalam peranannya sebagai pemimpin umat Nabi Muhammad saw. sendiri melaksanakan prinsip ini, untuk itu dalam kebijaksanaan beliau dalam memimpin ditunjuklah seorang qadhi, yaitu mereka yang taqwa kepada Allah, salih, tidak berkelakuan tercela, memahami syariat dan telah dilatih dengan baik.
Inilah sikap yang Nabi tunjukkan pada umatnya dalam segala sendi kehidupan. Sejalan dengan prinsip keadilan, maka persamaan juga menjadi prinsip yang harus dikedepankan, apabila seorang pemimpin tidak memperhatikan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa pemimpin itu tidak adil, sebab dalam prakteknya dia masih membeda-bedakan anggotanya dalam setiap hal.
Baik al-Quran maupun hadits menunjukkan beberapa contoh tentang bagaimana persamaan dijaga. Contoh yang ideal memang diwujudkan dalam kepemimpinan Nabi Muhammad saw., juga para sahabat Nabi (khulafa ar-Rasyidin). Sejarah Islam mencatat bahwa Nabi sebagai pemimpin agama dan sekaligus politik masyarakat muslim pertama, bukan saja memenuhi kewajibannya membayar pajak (zakat) sebagaimana dengan umatnya yang lain. Namun beliau juga membiarkan dirinya dipidana karena kekhilafannya. Sikap-sikap inilah yang ditunjukkan beliau ketika memimpin umatnya yang selanjutnya akan terus diperjuangkan hingga akhir zaman.
Tanggung Jawab
Antara tanggung jawab dan amanah memiliki kesamaan makna, artinya seorang pemimpin yang bertanggung jawab berarti dia telah menjalanan amanah yang dibebankan kepadanya. Kewajiban yang dipikul merupakan pertanggungjawaban terhadap orang yang dipimpin, oleh karena tugas dan kewajiban seorang pepimpin memang sangat berat dan menantang, tidak hanya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tetapi bertanggung jawab terhadap anggota kelompoknya.
Seorang pemimpin harus dapat menjamin bahwa kemanfaatan bagi seluruh anggota menjadi cita-cita tertingginya. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, pemimpin harus berkerja sama, tidak sewenang-wenang dan harus bersifat manusiawi.
Prinsip ini dikemukakan Nabi Muhammad saw ketika beliau memberi tahu para sahabatnya, bahwa setiap orang merupakan penanggungjawab bagi semua yang ada, dan untuk itu mereka akan diminta pertanggung jawabannya. Setiap pribadi merupakan pemimpin yang bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya meskipun dalam skala yang kecil sekalipun, bahkan terhadap dirinya sendiri.
Akhlak dan Kepribadian
Nabi Muhammad saw dipilih oleh Allah SWT dari rumpun yang paling mulia. Beliau telah dipelihara oleh Allah SWT, sejak kecil, remaja hingga diangkat menjadi seorang Rasul. Allah telah mendidiknya dengan sebaik-baiknya pendidikan dan dihiasai dengan akhlak yang mulia serta dengan kepribadian yang memukau bagi umat manusia. Pengajaran dan pendidikan yang diterima memancarkan cahaya keagungan akhlak dan budi perkerti kepada seluruh alam, karena beliau dididik dengan al-Quran yang digunakan untuk mendidik umatnya. Kepemimpinan Nabi Muhammad saw bukan didasari bujukan, iming-iming materi, atau dengan kekuasaan. Tetapi berjalan di atas landasan moral force (ahklak yang baik). Beliau hanya bermodal akhlakul karimah sehingga dalam prakteknya beliau sangat disegani oleh para pengikutnya bahkan para musuhnya sekalipun.
Apa yang diajarkan Nabi Muhammad saw. merupakan persoalan yang berkaitan dengan materi pendidikan dan menjadi karakteristik selanjutnya dari pendidikan Nabi Muhammad saw. Secara umum Nabi Muhammad saw mengajarkan pesan pesan Tuhan yang terdapat di dalam al-Quran. Perhatian Muhammad yang besar terhadap pendidikan al-Quran menguatkan pendapat bahwa al-Quran merupakan kitab yang lengkap dan sempurna, yang memuat persoalan agama.
Diutusnya Muhammad saw pada sisinya yang lain yaitu sebagai penyempurna akhlak manusia. Dalam hal ini berarti bahwa Allah sebelumnya telah membekali Nabi dengan akhlak sehingga nantinya menjadi teladan bagi umatnya dalam mendidik generasi-genarasi berikutnya.
Nabi Muhamad saw mengajarkan akhlak dalam kaitannya dengan pendidikan maupun masyarakat, karena pada dasarnya pendidikan akhlak merupakan pendidikan Nabi yang menjadi jiwa pendidik muslim pada tahap berikutnya. Dalam rangka menciptakan manusia dengan standar akhlak al-Karimah yang tinggi Muhammad mengajar manusia yaitu para sahabat dengan menggunakan keteladanan sebagai metode komprehensifnya. Hal ini dapat dipahami dari sebuah perilaku Rasul saw. Yang merefleksikan citra etika-edukatif.
Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada manusia untuk berusaha mentaati segala apa yang diperintahkan olehnya dan menjauh segala apa yang dilarangnya. Mengambil keteladanan dari kehidupan Rasul berkaitan dengan pendidikan akhlak Nabi, beliau sendiri menegaskan di dalam salah satu haditsnya sebagaimana telah dikenal di kalangan pengikutnya, bahwa tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan al-Akhlak al- Karimah.
Dari point ini dapat dipahami bahwa materi inti pendidikan Muhammad yaitu penanaman dan pengembangan sistem akidah, ubudiyah dan muamalah yang berorientasi pada al-Akhlak al-Karimah.
Sistem Dakwah yang Dipakai
Tugas Nabi Muhammad saw. sangat berat, beliau berperan sebagai utusan Allah (Rasul), yang bertugas menyeru dan memberi peringatan pada manusia, bertugas sebagai pemimpin umat, pendidik dan juru dakwah.
Dalam bedakwah beliau menggunakan metode imbauan yang diwarnai oleh hikmah kebijaksanaan. Nabi dalam menyeru manusia agar beriman kepada Allah, tidak pernah menggunakan jalan kekuasaaan dan pemaksaan. Nabi yang agung dan cakap ini memberikan pada umatnya suatu tujuan yang benar dan tepat dalam ajaran sucinya yang menenggelamkan dan mencairkan semua pandangan hidup yang ada dalam lautan kebenaran.
Sifat imabauan yang komunikatif ini ada tanpa paksaan terlihat pada kebijakan Nabi dalam memberikan sebagian harta berupa hadiah, yang diambilkan dari harta zakat kepada pemuka-pemuka kabilah yang masih dalam taraf mualaf. Nabi Muhammad saw. menggunakan sistem dakwah yang mengedepankan hikmah kebijaksanaan, akhirnya beliau dalam waktu yang terbilang singkat, yakni kurang lebih berdakwah selama 23 tahun di Makkah maupun di Madinah telah mencapai sukses besar yang diakui oleh umat sedunia.
Tugas dan Tanggungjawab Kepemimpinan Nabi Muhammad saw dalam Pendidikan.
Kepemimpinan Nabi Muhammad dan mendidik keluarga
Nabi Muhammad saw. berperan sebagai seorang Rasul Allah bertugas menyampaikan risalah, memberi peringatan dan petunjuk kepada manusia agar manusia itu beriman kepada Allah swt. Tugas ini sama artinya Nabi Muhammad saw. menjadi seorang pendidik dan memimpin umatnya, Allah meminta beliau agar membina masyarakat, dengan perintah untuk berdakwah.
Sebagai guru beliau memulai pendidikannya kepada anggota keluarga yang terdekat, dilanjutkan pada orang-orang yang berada disekitarnya, termasuk para pemuka Quraisy. Kegiatan pendidikan Nabi Muhammad pada keluarga termasuk dalam periode dakwah dalam rumah tangga, yang masih bersifat pribadi yaitu dengan cara menyampaikan kepada seorang demi seorang atau lebih dikenal dengan istilah afrad.
Rasulullah menerima wahyu ke dua surat al-Mudatsir ayat 7 setelah diangkat menjadi Rasul. Dan orang yang pertama kali menerima pendidikannya yaitu Khadijah isteri beliau, kemudian disusul oleh Ali bin Abi Thalib, dan budak beliau Zaid bin Haritsah. Kemudian disusul beberapa orang seperti Abu Bakar al-Siddiq, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Waqash, Abdurahman bin Auf, Tholhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abi Arqam, Fatimah binti Khatab bersama suaminya Saad bin Zaid Al- Adawi dan beberapa pengikutnya dari Suku Qurays inilah yang kemudian disebut Al-Sabiqun Al-Awalun.
Mereka inilah yang pertama-tama menerima pendidikan dan pengajaran langsung dari Nabi Muhammad saw. Sejarah mencatat bahwa tugas Rasulullah tersebut dapat dilakukan oleh Nabi dengan hasil yang memuaskan. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari metode yang digunakan Nabi dalam mendidik dan berdakwah pada umatnya yaitu dengan cara menyayanginya, keteladanan yang baik, mengatasi penderitaan dan masalah yang dihadapi oleh umat dengan memberi contoh dan sebagainya yang menjadi perhatian masyarakat.
Beberapa penyakit yang menimpa remaja muslim saat ini adalah tingkah laku mereka yang jauh dari akhlak mulia serta tanggungjawab terhadap dunia Islam. Inilah buah kurangnya pembinaan orang tua dan kelalaian mereka terhadap sebuah tanggungjawab yang besar. Maka perhatian Rasulullah yang paling besar setalah dakwah tauhid dan pemurnian akidah, adalah mendidik jiwa dan membersihkannya.
Dalam hal itu beliau tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang bapak. Kesibukan beliau dalam menyampaikan risalah tidak membuat beliau melalaikan keluarga dan anak-anak. Pesan-pesan Nabi Muhammad saw. dalam menanamkan pendidikan dan memberi pengajaran kepada keluarganya, terutama terhadap isteri, anak-anak dan kerabat-kerabat dekatnya yaitu keteladanan yang tampak dalam pribadi Rasulullah sebagai seorang suami, seorang ayah dan sebagai sahabat bagi saudaranya.
Peran itu beliau tunjukan dalam tugasnya sebagai berikut :
Nabi berperan sebagai suami
Dalam mendidik dan memberi pengajaran pada keluarganya terutama kepada para isterinya yang nantinya menjadi Umahatul Mukminin (ibunya orang-orang mukminin). Nabi Muhammad saw. menunjukan sikap yang sangat baik, beliau sebagai seorang suami bagi para istri memperlihatakan kepribadiannya yang tegas, periang (candanya), dan kelembutan pada mereka.
Sikap-sikap inilah yang ditanamkan Rasul dalam memimpin para isterinya dengan memberikan pendidikan yang baik. Beliau dengan para isteri selalu bersikap lemah lembut bercanda bersama mereka sopan santun dan sabar terhadap kesalahan-kesalahan mereka, namun kesemuannya ini tidak menghalangi Nabi saw untuk bertindak tegas terhadap mereka pada waktu tertentu, ini dapat diketahui dengan menyimak pendapat bahwa Tarbiyah tak akan berhasil kecuali menempatkan sopan santun pada tempatnya dan amuk marah juga pada waktunya.
Nabi sebagai Seorang Ayah
Budaya bangsa Arab yang sangat mengagung-agungkan anak seorang laki-laki dari pada anak perempuan menjadi sorotan tersendiri bagi Nabi Muhammad untuk dihilangkan. Beliau tidak pernah menunjukan sikap yang berbeda terhadap anak laki-laki dan perempuan dengan lebih megistimewakan dan menganakemaskan anak laki-laki, bagi Nabi mereka adalah sama, sehingga keduannya juga harus mendapat pendidikan dan pengajaran yang sama. Nabi Muhammad saw banyak dikaruniai anak perempuan dan hanya anak laki-laki dari isterinya Khadijah, namun itupun meninggal pada waktu masih kecil. Untuk itu yang menjadi tumpuan Nabi Muhammad saw terhadap anaknya tidak lain hanya putri-putrinya.
Dalam melaksanakan tugas seorang ayah, beliau memberikan pengajaran kepada anak-anak melalui nasehat dan teladan yang baik. Maka ketika beliau melihat tangan Amr bin Umi Salamah anak asuh Rasulullah berputar-putra di atas hidangan, beliau memperhatikan seraya bersabda nak, bacalah asma Allah dan makanlah dari yang dekat.
Perhatian beliau terhadap putri-putrinya, juga sedemikian besar, hal ini tampak pada saat Fatimah putrinya hendak meminta kepada Rasulullah seorang pembantu dalam menyelesaikan pekerjaannya disebabkan tangannya yang melepuh. Dengan jiwa yang sabar Rasulullah justru menyarankan kepada putrinya tersebut untuk bertasbih agar kuat badannya dan meringankan penyakitnya.
Kelembutan dan kasih sayang Nabi sebagai ayah bagi putri-putrinya dan sebagai bapak bagi anak-anak kecil begitu dirasakan oleh para orang tua yang menjadi teladan dalam mendidik dan mengajar anakanak generasi mereka selanjutnya dengan menanamkan nilai Islami berupa kasih sayang, ketegasan, kesabaran dan sebagainya.
Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw Dalam Mendidik Umat
Awal terjadinya pendidikan Islam semenjak Muhammad diangkat sebagai Rasulallah di kota Mekkah beliau sendiri sebagai gurunya. Pendidikan masa itu merupakan prototype yang terus-menerus dikembangkan oleh umat Islam untuk kepentingan umat pada zamannya. Pada masa inilah pendidikan Islam dimulai. Muhammad mulai tugasnya membersihkan tauhid dari syirik dan penyembahan terhadap berhala, sehingga mutiara tauhid yang telah pudar cahayanya pada masa itu menjadi cermerlang kembali dan menyinari seluruh segi warisan yang ada.
Pelaksanaan pendidikan Islam pada masa pembinaan awal oleh Nabi saw., dilaksanakan berdasarkan petunjuk dan bimbingan Allah. Muhammad menerima petunjuk (wahyu) dari Allah dan menyampaikan kepada umatnya, kemudian Muhammad memberikan penjelasan tentang maksud dan pengertian wahyu-wahyu Allah yang disampaikan tersebut, dan sekaligus beliau memberikan petunjuk serta teladan bagaimana melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari, kemudian Muhammad memerintahkan kepada umatnya agar memperhatikan dan meneladani pelaksanaan dan praktek-praktek wahyu-wahyu tersebut, sehingga akhirnya menjadi landasan bagi system kehidupan umatnya.
Dalam menjalankan pembinaan pendidikan dan pengajaran kepada para sahabat, Nabi menggunakan metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru saja diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasan serta keterangan-keterangannya, berdialog dan berdiskusi tanya jawab yang berkaitan dengan aqidah atau muamalah serta ibadah.
Lapangan tugas yang dihadapi Nabi semakin terbentang luas, beliau bukan hanya mengajarkan masalah keagamaan tetapi juga masalah hidup dan kehidupan secara menyeluruh, baik menyangkut perorangan maupun yang menyangkut kemasyarakatan dan pemerintahan. Beliau merupakan pribadi guru dalam segala hal, apa yang beliau katakana dipandang sebagai pelajaran yang harus ditaati dan dipatuhi dalam mencapai tersiarnya agama Islam khususnya pengajaran pendidikan yang dibina oleh Nabi, maka tidak cukup hanya dilakukan dengan dakwah saja akan tetapi harus ada pembinaan pendidikan secara berlanjut, untuk missi seperti ini Nabi telah membina dan menggembleng para sahabatnya menjadi guru yang memiliki semangat bakat dan kemampuan serta kesanggupan serta kesanggupan untuk menunaikan tugasnya menjadi pembimbing dan pembinaan serta pengajar bagi para pemeluk Islam yang baru, untuk itu Nabi memberi tugas kepada Musa bin Umair untuk menjadi pengajar bagi mereka yang baru masuk Islam.
Keberhasilan Nabi dalam mendidik sahabatnya yang nantinya menjadi pengganti dan penerus dalam syiar Islam selanjutnya sebetulnya banyak dipengaruhi faktor-faktor berikut :
Dasar-dasar ajaran Islam yang rasional dan fitrah mudah ditangkap dan dipahami orang.
Sikap dan pribadi Nabi baik sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul.
Sikap permusuhan dan tantangan dari kaum Quraisy sendiri merupakan propaganda gratis bagi kemajuan dakwah Islam.
Sebagai seorang pemimpin dalam pendidikan Nabi Muhammad saw. memberikan pendidikan dan mengajarkan segala hal kepada keluarga, sahabat, dan umatnya dengan menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang tepat, sehingga bila dinilai kepemimpinan yang dijalankan Nabi saw. ternyata telah menerapkan prinsip-prinsip leadership modern yang saat ini dikembangkan oleh para pemimpin.
Penutup
Keberhasilan yang diraih Rasulullah, merupakan pengorbanan luar biasa sulit, apalagi pada awal-awal perjuangan beliau, karena belum adanya dukungan dari orang-orang kuat sebagai sahabat, kondisi ini baru terlihat berbeda ketika Islam sudah mulai diterima oleh masyarakat Makkah, hingga Islam mulai menghiasi kehidupan masyarakat Jazirah Arab. Kegemilangan tersebut berlangsung hingga hari ini di abad ke 15 dari kerasulan Muhammad SAW, hal inilah yang menjadikan Hart berani menempatkan Nabi Muhammad SAW pada urutan pertama dan utama di bukunya.
Apa yang diajarkan Nabi Muhammad saw. merupakan persoalan yang berkaitan dengan materi pendidikan dan menjadi karakteristik selanjutnya dari pendidikan Nabi Muhammad saw. Secara umum Nabi Muhammad saw mengajarkan pesan pesan Tuhan yang terdapat di dalam al-Quran. Perhatian Muhammad yang besar terhadap pendidikan al-Quran menguatkan pendapat bahwa al-Quran merupakan kitab yang lengkap dan sempurna, yang memuat persoalan agama.






























DAFTAR PUSTAKA


Abdul Wahid Khan, Rasulullah di Mata Sarjana Barat, (Yogyakarta: Mitra 
             Pustaka, 2002)  
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997).  
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, Terj. 
            Annas Siddik, (Bumi Aksara : Jakarta, 1991)  
Ahmad Muhammad Al-Hufiy, Keteladanan Akhlak Rasulullah, (Jakarta: Pustaka 
             Setia,2003)  
Ahmad Mustofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 25, terj. K. Ansori Umar 
             Sitanggal, dkk, (Semarang: Toha Puta, 1986)
Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002).  
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Juz II, (Semarang, Wicaksana, 
             1993).
E.K. Imam Munawir, Asas-asas Kepemimpinan dalam Islam, (Surabaya: Usaha 
             Nasional, t.th.) 
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajahmada 
             University press, 1993). 
Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad Ibnu Hanbal, Juz. II (Beirut: Darul Fikr, 
              t.th)
Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz III, (Beirut: darKutul Ilmiyah, 1992).  
M. Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fikih, (Bandung: 
             Remaja Rosda Karya, 2002).  
Mahfudh Syamsul Hadi, K.H. Zainuddin MZ., Figur Dai Berjuta Umat, 
             (Surabaya: Karunia, 1994)
Muhammad A. Al-Buraey, Islam Landasarn Alternatif Administratif 
              Pembangunan, (Jakarta : Rajawali, 1986)  
Muhammad A. al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung 
             (Jakarta: Bulan Bintang, 1979)  
Musthafa Husain Attar, Keagungan Akhlak dan Pribadi Rasulullah, terj. Irawan 
             Raihan, (Solo : Pustaka Arafah, 2003), 
Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram Peradaban Muslim, (Yogyakarta: Pustaka 
             Pelajar, 1996)
Slamet Untung, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: CV. Pustak Rizky Putra, 
             2005).
Soenaryo, et.al., Al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang: Al-Waah, 1993).  
Sukarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: 
             Angkasa, 1983).
Sulistio, Membangun Ilmu dan Tekik Dakwah, Studi tentang Beberapa Aspek 
              Penunjang Keberhasilan Dakwah, Bulettin Risalah Dakwah, Fakultas 
              Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 80, Jan-Juni, 2000,
Zuhairini, et, al, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulak Tondi Tu Badan

Cerita Rakyat "BORU AGIAN NA MATE MALUNGUN"