OMNIBUSLAW Indikasi Rendahnya Minat Baca

 


Apa yang anda lihat dari gambar diatas?
Kemampuan membaca menjadi salah satu prasyarat untuk meningkatkan literasi kita, tanpa membaca maka mustahil kita bisa menjadi bangsa yang literat. Kemampuan membaca mutlak harus dikuasai oleh setiap orang, apalagi mereka yang berprofesi sebagai pendidik atau tenaga pengajar. Bayangkan jika seorang Guru tertinggal informasi atau berita terbaru saat ini, misalkan masalah Omnibuslaw. Akibatya kita akan disebut Kuper.

Salah satu kecerdasan yang harus kita kuasai adalah kecerdasan literasi menulis, seorang penulis adalah pembaca terbaik, sedangkan seorang Pembaca belum tentu menjadi seorang penulis. sehingga kemampuan untuk menulis saat ini menjadi satu kebutuhan khususnya bagi dunia akademik. mulai dari penulisan Artikel, Penelitian Tindakan Kelas, Makalah, sampai kepada yang berbentuk sebagai penelitian. seperti Skripsi untuk Jenjang S1, Tesis Bagi S2, Disertasi bagi Jenjang S3. Demikian halnya dengan jurnal jurnal yang berbentuk peneltian, Jurnal ilmiah dan bahkan Jurnal kampus.

Merujuk kepada Data diatas (Foto), menunjukkan betapa rendahnya Minat baca di negara kita. Bahka menurut PBB yang menangani bidang Pendidikan yakni UNESCO, sesuai dengan hasil penelitian mereka (2016). Dinegara negara maju pendidikannya seperti Finlandia, Amerika, China, Jepang rata rata Penduduk mereka menghabiskan 30 buku dalam setahun, sedangkan di Indonesia rata rata 3 buah buka dalam setiap tahun setiap orangnnya. Rendahnya minat baca Penduduk Indonesia juga menjadi menyokong maraknya hoax di negera kita. Masifnya penyebaran Hoax menjadi indikasi betapa rendahnya minat baca dinegara kita.

Baru baru ini, Indonesia dihebohkan dengan Kasus OMNIBUSLAW. Hampir diseluruh Nusantara gempar karenanya, dipicu oleh Undang Undang yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) bahkan saling tuding antara beberapa kelompok masyarakat. Sebagai praktisi Pendidikan tentu kita perlu juga memberikan masukan, ditinjau dari sisi akademisi. Masalah hukum biarlah mereka ahli hukum yang menjelaskannya. Lebih spesifik lagi kita lihat dari kacamata literasi (baca).

Jika membaca adalah hasil kerja otak dan mata, maka menulis menjadi kerja komplek seluruh anggota tubuh. Mata, Otak, Tangan. Sehingga menulis butuh konsentrasi yang full untuk menalarkannya, tidak cukup hanya dengan tatapan mata saja, imajinasi, Akalisasi, dan bahkan kreatifitas juga menjadi satu agar rangkaian kata-kata menarik untuk disimak dan dibaca tuntas. Penulis juga harus lihai, memilih kata kata agar audien (Pembaca) tidak bosan, merasa digurui, karena pembaca harus merasa terangsang dan penasaran untuk menuntaskan setiap naskah bacaannya.

Dalam hal ini, penulis sengaja menyajikan video untuk memudahkan kita, bagaimana menjadi seorang penulis, sekaligus untuk memerangi dan meminimalisir redahnya minat baca ditengah masyarakat dan bahkan pejabat negara kita. Sehingga Hoax tidak menjadi satu pembenaran, ditengah masyarakat kita.    


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulak Tondi Tu Badan

Cerita Rakyat "BORU AGIAN NA MATE MALUNGUN"

Kepemimpinan Rasulullah Dalam Pendidikan