Lomang

Makanan khas daerah, hampir diseluruh nusantara ada makanan ini. Hanya saja cara penyajian dan pemasakan yang mungkin sedikit berbeda.

Bahasa kampungku disebut lomang, makanan tradisional yang cukup nikmat. Makanan ini hampir diseluruh nusantara ada, entahlah kalau di luar negeri, maklum saja penulis belum pernah plisiran ke luar negeri kecuali ke luar nagari (dialek minang). "Nagari adalah kumpulan dari beberapa jorong, setiap jorong dikepalai oleh seorang kepala jorong, dan nagari juga dipimpin oleh kapala nagari. dan beberapa nagari menjadi kecamatan, sehingga di Sumatera Barat tidak kita temukan desa. Bentuk administratif yang terus dijaga, Kearifan lokal yang masih terus dipelihara".

Lomang juga adalah kearifan lokal yang semestinya kita jaga dan lestarikan, sayang pemerintah kita masih kurang peduli dengan kearifan kearifan lokal. seperti halnya sistem kepemerintahan di Minangkabau yang bernama Nagari dan Jorong. Layak kita ajukan ke UNESCO, sebagai kekayaan indonesia jangan sampai dicaplok baru ribut. 

Kembali kelomang, bahan bahan ini begitu mudah, beras ketan "sipulut" dalam bahasa kampung kami. Santan dan sedikit garam, bambu yang menjadi alat memasaknya juga tidak sembarangan bambu, kalau kami menamakannya disini "bulu lomang" dengan ciri ciri, kulit bambu tipis, dan banyak debu " rittop" nya. dan bambu yang dipilih adalah yang masih muda dan sedikit panjang, "seperti pada gambar" denngan ukuran 70 cm sampai 100 cm. Tentu beda pula jenis bambu yang digunakan didaerah lain, seperti di daerah Rantau Prapat Sumatera Utara, juga di Minangkabau. 

Beras ketan dicuci, kemudian dimasukkan kedalam bambu. Setelah itu baru diisi dengan santan kelapa. Terlebih dahulu bambu ditutup dengan daun pisang. Api sengaja tidak terlalu panas, agar lemang masak dengan sempurna. Menikmatinya sesuai dengan selera, bisa dengan rendang, gula dan bisa juga dinikmati langsung. Apalagi bulan puasa, lemang menjadi makanan pavorit disaat berbuka. maknyos.

Tahu kah sahabat semua ada filosofi lemang? 
Mari kita lihat perlahan,
bambu sebagai tempat memasak, sehingga terkadang terbakar, gosong. Si bambu tetap tersenyum gembira, setelah lemang masak, bambu di kupas, di buang ketong sampah. Malang nian nasib mu bambu, engkau dimanfaatkan disaat mereka membutuhkan dan dibuang ketika tujuan mereka telah tercapai. Sedikitpun mereka tak menoleh mu lagi, dan bahkan tanpa belas kasihan engkau dicabik cabik dan disakiti.

Begitulah bambu mengajarkan pada kita bahwa dalam hidup jangan seperti lemang, seperti kata pepatah "lupa kacang pada kulit". Seberapa suksesnya kita, ada seseorang yang sangat berarti dalam kesuksesan kita. Dalam hidup IBU adalah lemang, rela terbakar badan, dihina, dan bahkan dibuang begitu saja. Hanya satu, jangan sampai hatinya ikut tersakit karena sangat sangat berat efeknya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulak Tondi Tu Badan

Cerita Rakyat "BORU AGIAN NA MATE MALUNGUN"

Kepemimpinan Rasulullah Dalam Pendidikan