MODERASI BERAGAMA DAN WAWASAN KEBANGSAAN



 

MODERASI BERAGAMA DAN WAWASAN KEBANGSAAN

(Peran Penyuluh Dalam Moderasi dan Kebangsaan)

 

 

OLEH

 

 

TAUFIK AKBAR HASIBUAN, M.Pd

 

 

 

 

DISAMPAIKAN PADA ACARA

PEMBINAAN PENYULUH AGAMA ISLAM TAHUN 2021

 

 

 

 

 

 

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KABUPATEN PADANG LAWAS

SUMATERA UTARA

2021

KATA PENGANTAR

 

            Segala puji bagi pemilik Alam, yang menganugerahkan kita pengetahuan. Untuk bisa membedakan jalan kebenaran dan kebathilan. Senantiasa kita berharap agar kita diberi hidayah dan iman untuk tetap istiqomah dijalannya. Sholawat salam kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, mengajarkan toleransi yang tidak kebablasan, harmonisasi yang mewujudkan kehidupan yang madani. Sebagai mana beliau praktekkan di Madina sebagai pendiri pertama pondasi Moderasi manusia, yang memiliki wawasan kebangsaan yang luas. Sehingga tercipta masyarakat yang harmonis di kota Madinah.

            Munculnya sikap egois, memandang diri, golongan, kelompok lebih baik dari yang lain. Menjadi salah satu problem dalam kehidupan bernegara dan beragama kita saat ini, pemahaman yang keliru tentang konsep beragama menjadi penyumbang terjadinya gesekan-gesekan ditengah masyarakat. Sehingga harmonisasi kehidupan beragama, antar agama semakin meruncing dan menipis. Akibatnya nilai nilai kebangsaan yang digagas oleh pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia ini semakin menambah jurang kesenjangan tersebut. Belum lagi soal sosial, ekonomi, politik yang terus menguras akal dan pikiran kita.

            Maka dipandang perlu, menggali makna-makna moderasi, yang merujuk kepada Alquran, hadis. Untuk menumbuhkan, melahirakan nasionalisme ditengah masyarakat. Maka dalam hal ini, penyuluh Agama Islam dipandang perlu ikut ambil bagian. Sebagai salah satu garda terdepan dalam mewujudkan cita cita berbangsa dan bertanah Air ini.

            Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan kelayakan, kritik yang konstruktif menjadi harapan penulis untuk pengembangan lebih lanjut dari tulisan kami ini. Semoga dengan adanya makalah sederhana ini, menambah wawasan kita tentang makna dan arti Moderasi, serta nilai kebangsaan itu sendiri.

 

 

Sibuhuan, 17 Maret 2021

Taufik Akbar Hasibuan. M.Pd

 

DAFTAR ISI

 

Kata Pengantar

Daftar Isi

Abstrak

A.   Pendahuluan

B.   Pembahasan 

1.    Moderasi

1.    Pengertian Moderasi

2.    Ruang Lingkup Moderasi

3.    Konsep Moderasi Alquran

2.    Wawasan Kebangsaan

1.    Pengertian wawasan Kebangsaan

2.    Nilai nilai kebangsaan

3.    Wawasan kebangsaan NKRI

4.    Modal Baru kebangsaan

3.    Peran penyuluh dalam moderasi Keberagamaan dan wawasan kebangsaan

C.   Penutup

 

 Abstrac

               The understanding of religious moderation must be understood contextually not textually, meaning that moderation in religion in Indonesia is not moderate Indonesia, but a moderate way of understanding in religion because Indonesia has many cultures, cultures and customs.

               National insight can also be interpreted as a perspective / way of seeing that contains the ability of a person or group of people to understand the existence of identity as a nation in seeing themselves and behaving according to the nation's philosophy of life in the internal and external environment.

Keywords : Religious Moderation, National insight

 

Abstrak

Pemahaman tentang moderasi beragama harus dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual, artinya bahwa moderasi dalam beragama di Indonesia bukan Indonesia yang dimoderatkan, tetapi cara pemahaman dalam beragama yang harus moderat karena Indonesia memiliki banyaknya kultur, budaya dan adat-istiadat.

Wawasan kebangsaan dapat juga diartikan sebagai sudut pandang/cara memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati diri sebagai suatu bangsa dalam memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsa dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternal.

Kata Kunci : Moderasi Beragama, Wawasan Kebangsaan 

 

 

PENDAHULUAN

 

Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk muslim terbanyak di dunia menjadi sorotan penting dalam hal moderasi Islam. Bahkan Indonesia menjadi Barometer dalam moderasi beragama. Moderasi adalah ajaran inti agama Islam. Islam moderat adalah paham keagamaan yang sangat relevan dalam konteks keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat istiadat, suku dan bangsa itu sendiri.

Oleh karena itu pemahaman tentang moderasi beragama harus dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual, artinya bahwa moderasi dalam beragama di Indonesia buka Indonesia yang dimoderatkan, tetapi cara pemahaman dalam beragama yang harus moderat karena Indonesia memiliki banyaknya kultur, budaya dan adat-istiadat. Moderasi Islam ini dapat menjawab berbagai problematika dalam keagamaan dan peradaban global. Yang tidak kalah penting bahwa muslim moderat mampu menjawab dengan lantang disertai dengan tindakan damai dengan kelompok berbasis radikal, ekstrimis dan puritan yang melakukan segala halnya dengan tindakan kekerasan.

Islam dan umat Islam saat ini paling tidak menghadapi dua tantangan; Pertama, kecenderungan sebagian kalangan umat Islam untuk bersikap ekstrem dan ketat dalam memahami teks-teks keagamaan dan mencoba memaksakan cara tersebut di tengah masyarakat muslim, bahkan dalam beberapa hal menggunakan kekerasan; Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrem dengan bersikap longgar dalam beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari budaya dan peradaban lain.

Dalam upayanya itu mereka mengutip teks-teks keagamaan (Al-Qur’an dan Hadis) dan karya-karya ulama klasik (turats) sebagai landasan dan kerangka pemikiran, tetapi dengan memahaminya secara tekstual dan terlepas dari konteks kesejarahan. Sehingga tak ayal mereka seperti generasi yang terlambat lahir, sebab hidup di tegah masyarakat modern dengan cara berfikir generasi terdahulu.

Heterogenitas atau kemajemukan/keberagaman adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan ini. Ia adalah sunnatullah yang dapat dilihat di alam ini. Allah menciptakan alam ini di atas sunnah heterogenitas dalam sebuah kerangka kesatuan. Dalam kerangka kesatuan manusia, kita melihat bagaimana Allah menciptakan berbagai suku bangsa. Dalam kerangka kesatuan suatu bangsa, Allah menciptakan beragam etnis, suku, dan kelompok. Dalam kerangka kesatuan sebuah bahasa, Allah menciptakan berbagai dialek. Dalam kerangka kesatuan syari’at, Allah menciptakan berbagai mazhab sebagai hasil ijtihad masing-masing. Dalam kerangka kesatuan umat (ummatan wahidah), Allah menciptakan berbagai agama. Keberagaman dalam beragama adalah sunnatullah sehingga keberadaannya tidak bisa dinafikan begitu saja.

Dalam menghadapi masyarakat majemuk, senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi radikalisme, bentrokan adalah melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif. Dalam realitas kehidupan nyata, manusia tidak dapat menghindarkan diri dari perkara-perkara yang berseberangan. Karena itu al-Wasathiyyah Islamiyyah mengapresiasi unsur rabbaniyyah (ketuhanan) dan insaniyyah (kemanusiaan), mengkombinasi antara maddiyyah (materialisme) dan ruhiyyIIah (spiritualisme), menggabungkan antara wahyu (revelation) dan akal (reason), antara maslahah ammah (al-jamāiyyah) dan maslahah individu (al-fardiyyah).

Penyuluh agama merupakan salah satu profesi fungsional yang ada pada kementerian agama, memiliki tugas selaku pendakwah dilingkungan masyarakat tertentu yang menjadi Binaannya. SKB Nomor 574, MK.WASPAN Nomor 54 dan KMA 516 yang disosialisasikan sejak tahun 1985. Maka penyuluh agama memiliki Delapan (8) tugas pokok dan fungsi. Secara umum, seorang penyuluh agama dapat mendakwahkan ilmu agama, yang dimilikinya kepada ummat secara keseluruhan. Tersebab pada pentingnya menggalakan dakwah, maka seorang Da’I (pendakwah) yang diwakili oleh Penyuluh Agama, diyakini sebagai orang terbaik yang diutus kepada sekalian manusia.

Maka sudah menjadi tugas dan tanggung jawab penyuluh agama untuk menyelaraskan pemahaman masyarakat, yang memahami Islam secara tekstual. Dan juga pemahaman masyarakat yang Radikal (Moderat) yang lari dari garis garis ketentuan kaidah agama itu sendiri.

 

PEMBAHASAN

 

A.   Moderasi

 

1.    Pengertian Moderasi

Agar lebih mudah dalam memahami makna kata moderasi, maka kita sebutkan lawan kata dari moderasi itu sendiri. Maka lawan kata moderasi adalah Ekstrimisme, Radikalisme. Dengan demikian semakin memudahkan bagi kita untuk memahami makna kata moderasi itu sendiri. Ketika kata Ekstrimisme, radikalisme yang disebutkan, maka terbayang dalam pikiran kita “Perilaku seseorang yang diluar kebiasaan normal manusia, yang berbuat meresahkan, menghawatirkan ditengah masyarakat”.

Sekarang mari kita lihat makna dari kata moderasi, menurut tata bahasa. Kata moderasi dalam bahasa Arab diartikan “alwasathiyyah”. Secara bahasa “al-wasathiyyah” berasal dari kata “wasath” (Faiqah & Pransiska, 2018; Rozi, 2019). Al-Asfahaniy mendefenisikan “wasathan” dengan “sawa’un” yaitu tengah-tengah diantara dua batas, atau dengan keadilan, yang tengah-tengah atau yang standar atau yang biasa-biasa saja.

Wasathan juga bermakna menjaga dari bersikap tanpa kompromi bahkan meninggalkan garis kebenaran agama (Al-Asfahani, 2009, p. 869). Kata “al-wasathiyyah” berakar pada kata “alwasth” (dengan huruf sin yang di-sukun-kan) dan “al-wasth” (dengan huruf sin yang di-fathah-kan) yang keduanya merupakan mashdar (infinitife) dari kata kerja (verb) “wasatha”.

Selain itu kata wasathiyyah juga seringkali disinonimkan dengan kata “al-iqtishad” dengan pola subjeknya “almuqtashid”. Namun, secara aplikatif kata “wasathiyyah” lebih populer digunakan untuk menunjukkan sebuah paradigma berpikir paripurna, khususnya yang berkaitan dengan sikap beragama dalam Islam (Zamimah, 2018).

Sementara dalam bahasa Arab, kata moderasi biasa diistilahkan dengan “wasath” atau “wasathiyyah”; orangnya disebut “wasith”. Kata “wasit” sendiri sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia yang memiliki tiga pengertian, yaitu 1) penengah, pengantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis, dan sebagainya), 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih, dan 3) pemimpin.

Secara istilah Moderasi adalah kegiatan untuk mengatur, memandu serta menengahi komunikasi interaktif baik yang berbentuk lisan ataupun tulisan (Zuhairi Masrawi, 2010). Sedangkan menurut KH. Abdurrahman Wahid Moderasi Islam adalah suatu pandangan atau sikap yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap yang berseberangan dan berlebihan sehingga salah satu dari kedua sikap yang dimaksud tidak mendominasi dalam pikiran dan sikap seseorang.

Moderasi juga diartikan sebagai suatu kegiatan untuk melakukan peninjauan agar tidak menyimpang dari aturan yang berlaku yang telah ditetapkan. Adapun istilah moderasi menurut Khaled Abou el Fadl dalam The Great Theft adalah paham yang mengambil jalan tengah, yaitu paham yang tidak ekstrim kanan dan tidak ekstrim kiri.

2.    Ruang Lingkup Moderasi

Pada tataran praktisnya, wujud moderat atau jalan tengah dalam Islam dapat diklasifikasikan menjadi empat wilayah pembahasan, yaitu:

a.    Moderat dalam persoalan akidah

b.    Moderat dalam persoalan ibadah

c.    Moderat dalam persoalan perangai dan budi pekerti

d.    Moderat dalam persoalan tasyri’ (pembentukan syariat)

Menurut Quraish Shihab melihat bahwa dalam moderasi (wasathiyyah) terdapat pilar-pilar penting yakni (Zamimah, 2018):

a.    Pilar keadilan

Pilar ini sangat utama, beberapa makna keadilan yang dipaparkan adalah: pertama, adil dalam arti “sama” yakni persamaan dalam hak. Seseorang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih. Adil juga berarti penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya. Ini mengantar pada persamaan, walau dalam ukuran kuantitas boleh jadi tidak sama. Adil adalah memberikan kepada pemilik hak-haknya melalui jalan yang terdekat. Ini bukan menuntut seseorang memberikan haknya kepada pihak lain tanpa menunda-nunda. Adil juga berarti moderasi ‘tidak mengurangi tidak juga melebihkan”.

b.    Pilar keseimbangan

Menurut Quraish Shihab, keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat ini, kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan kehadirannya. Keseimbangan tidak mengharuskan persamaan kadar dan syarat bagi semua bagian unit agar seimbang. Bisa saja satu bagian berukuran kecil atau besar, sedangkan kecil dan besarnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya.

3.    Konsep Moderasi Alquran

Keseimbangan menjadi prinsip yang pokok dalam Moderasi (wasathiyyah). Karena tanpa adanya keseimbangan tak dapat terwujud keadilan. Keseimbangan dalam penciptaan misalnya, Allah menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya, sesuai dengan kuantitasnya dan sesuai kebutuhan makhluk hidup. Allah juga mengatur sistem alam raya sehingga masing-masing beredar secara seimbang, sesuai kadar sehingga langit dan benda-benda angkasa tidak saling bertabrakan.

Konsep Wasathiyyah sepertinya menjadi garis pemisah dua hal yang berseberangan. Penengah ini diklaim tidak membenarkan adanya pemikiran radikal dalam agama, serta sebaliknya tidak membenarkan juga upaya mengabaikan kandungan al-Qur’an sebagai dasar hukum utama. Oleh karena itu, Wasathiyah ini lebih cenderung toleran serta tidak juga renggang dalam memaknai ajaran Islam.

Menurut Yusuf Al-Qardhawi, wasathiyyah (pemahaman moderat) adalah salah satu karakteristik Islam yang tidak dimiliki oleh Ideologi-ideologi lain. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an al-Baqarah ayat 143 berikut:

 

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗاۗ….. ١٤٣ 

143. Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.

Hukum yang adil merupakan tuntutan dasar bagi setiap struktur masyarakat. Hukum yang adil menjamin hak-hak semua lapisan dan individu sesuai dengan kesejahteraan umum, diiringi penerapan perilaku dari berbagai peraturannya (Syafrudin, 2009, p. 105).

Ada empat makna keadilan menurut Quraish Shihab (2017) yaitu:

a.    Adil dalam arti “sama”.

Tetapi harus digarisbawahi bahwa persamaan yang dimaksud adalah persamaan dalam hak.

b.     Adil dalam arti “seimbang”.

Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan yang tertentu. Seandainya ada salah satu anggota tubuh manusia berlebih atau berkurang dari kadar atau syarat seharusnya, maka pasti tidak akan terjadi keseimbangan (keadilan). Namun perlu dicatat bahwa kesimbangan tidak mengharuskan persamaan. Bisa saja satu bagian berukuran kecil atau besar, sedangkan kecil dan besarnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya.

c.    Adil adalah “perhatian terhadap hakhak individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya.”

Pengertian inilah yang didefinisikan dengan “menempatkan sesuatu pada tempatnya.” Lawannya adalah “kezaliman”, dalam arti pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain. Dengan demikian menyirami tumbuhan adalah keadilan dan menyirami duri adalah lawannya, pengertian keadilan seperti ini, melahirkan keadilan sosial.

d.    Adil yang dinisbatkan kepada Ilahi.

Adil di sini berarti “memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu. Keadilan Ilahi pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Keadilan-Nya mengandung konsekuensi bahwa rahmat Allah tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya. Allah menciptakan dan mengelola alam raya ini dengan keadilan, dan menuntut agar keadilan mencakup semua aspek kehidupan, termasuk akidah, syariat atau hukum, akhlak, bahkan cinta dan benci.

Dalam konteks Indonesia, Islam Moderat yang mengimplementasikan Ummatan Wasathan terdapat pada dua golongan yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Keduanya mencerminkan ajaran Ahlussunnah wa al-Jama’ah yang mengakui toleransi serta kedamaian dalam berdakwah (Hilmy, 2012).

Sikap moderasi NU pada dasarnya tidak terlepas dari akidah Ahlusunnah wa al-Jama'ah (Aswaja) yang dapat digolongkan paham moderat. Dalam Anggaran Dasar NU dikatakan, bahwa NU sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah berakidah Islam menurut paham Ahlussunah wa al-Jama’ah dengan mengakui mazhab empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali.

Penjabaran secara terperinci, bahwa dalam bidang akidah, NU mengikuti paham Ahlussunah wa al-Jama’ah yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari, dan Imam Abu Mansyur Al-Maturidi. Dalam bidang fiqih, NU mengikuti jalan pendekatan (al-mazhab) dari Mazhab Abu Hanifah Al-Nu'man, Imam Malik ibn Anas, Imam Muhammad ibn Idris Al-Syafi'i dan Ahmad ibn Hanbali. Dalam bidang tasawuf mengikuti antara lain Imam al-Junaid al-Bagdadi dan Imam al-Ghazali, serta imam-imam yang lain (Qomar, 2002, p. 62).

Dalam konteks pemikiran keislaman di Indonesia, konsep moderatisme Islam memiliki sekurang-kurangnya lima karakteristik berikut.

a.    Ideologi non-kekerasan dalam mendakwahkan Islam.

b.    Mengadopsi pola kehidupan modern beserta seluruh derivasinya, seperti sains dan teknologi, demokrasi, HAM dan semacamnya.

c.    Penggunaan pemikiran rasional dalam mendekati dan memahami ajaran Islam

d.    Menggunakan pendekatan kontekstual dalam memahami sumber-sumber ajaran Islam

e.    Penggunaan ijtihad dalam menetapkan hukum Islam (istinbat)

 Namun demikian, kelima karakteristik tersebut dapat diperluas menjadi beberapa karakteristik lagi seperti toleransi, harmoni dan kerjasama antar kelompok agama yang berbeda (Hilmy, 2012).

Moderatisme ajaran Islam yang sesuai dengan misi Rahmatan lil ‘Alamin, maka memang diperlukan sikap anti kekerasan dalam bersikap di kalangan masyarakat, memahami perbedaan yang mungkin terjadi, mengutamakan kontekstualisasi dalam memaknai ayat Ilahiyah, menggunakan istinbath untuk menerapkan hukum terkini serta menggunakan pendekatan sains dan teknologi untuk membenarkan dan mengatasi dinamika persoalan di masyarakat Indonesia.

Adalah hak setiap bangsa untuk meliliki pemerintahannya yang menyeluruh. Hak mereka pula, memiliki undang-undang dasar serta peraturan-peraturan yang menggambarkan tentang kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, serta adat-istiadat. Adapun mereka yang mengaku sebagai orang Islam, tetapi menolak hukum Islam, maka perbuatan mereka ini tidak dapat diterima oleh akal ataupun diridai oleh suatu agama.

Adapun ciri-ciri lain tentang Wasathiyyah sebagai berikut:

a.    Tawassuth (mengambil jalan tengah)

Pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama). Cenderung memahami dan mengamalkan agama dengan cara jalan tengah.

b.    Tawazun (berkeseimbangan),

Pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhira, (penyimpangan,) dan ikhtilaf (perbedaan).

c.    I’tidâl (lurus dan tegas)

Menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.

d.    Tasamuh (toleransi)

yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

e.    Musawah (egaliter)

Tidak bersikap diskriminatif pada yang lain, disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.

f.     Syura (musyawarah)

Setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya.

g.    Ishlah (reformasi)

Mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘ammah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala alqadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi alashlah (melestarikan tradisi lama yang masih relevan, dan menerapkan hal-hal baru yang lebih relevan)

h.    Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)

Kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diterapkan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah.

i.       Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif)

Selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan kearah yang lebih baik.

Demikianlah konsep yang ditawarkan oleh Islam tentang moderasi beragama di Indonesia, sehingga konsep tersebut diharapkan mampu untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, tidak ada diskriminasi dalam keberagaman.

B.   Wawasan Kebangsaan

1.    Pengertian Kebangsaan

Wawasan berasal dari kata mawas dalam bahasa Jawa yang bermakna memandang atau melihat. Sedangkan wawasan kebangsaan memiliki pengertian sudut pandang seseorang mengenai diri dan tanah air sebagai negara kepulauan dan sikap bangsa Indonesia pada diri sendiri dan lingkungan dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat

Yaitu cara pandang masyarakat sebagai bagian dari bangsa terhadap diri dan lingkungannya dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara. Dari definisi itu, kita bisa memahami pentingnya pengetahuan tentang kedirian. Tentu saja yang dimaksud disini adalah kebangsaan. Bangsa sebagai diri. Juga, bangsa sebagai lingkungan yang dalam konteks Indoenesia terbentuk atas kemajemukan atau keanekaragaman. Pengetahuan ini menjadi basis kesadaran yang digunakan untuk memandang seluruh aspek kehidupan. Artinya, ketika kita memahami wawasan kebangsaan, kita perlu menggunakan itu sebagai cara pandang kita dalam melihat sesuatu. Termasuk dalam mencapai tujuan bersama sebagai satu bangsa. Sampai di sini, wawasan kebangsaan menjadi landasan bersama dalam upaya pencapaian visi besar bangsa Indonesia.

2.    Nilai nilai kebangsaan

Nilai wawasan kebangsaan sangat fundamental dalam kehidupan berbangsa bertanah air. Nilai kebangsaan secara umum  mencakup 6 hal yaitu:

a.    Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME

b.    Mencintai tanah air dan bangsa

c.    Demokrasi dan kedaulatan rakyat

d.    Tekad bersama seluruh warga negara mewujudkan Indonesia yang bebas, merdeka dan bersatu,

e.    Masyarakat yang adil dan makmur

f.     Kesetiakawanan sosial

Dalam kehidupan masyarakat, Kita juga wajib mengimplementasikan nilai-nilai luhur ini. Hubungan bermasyarakat yang baik dengan tidak mencela keyakinan orang lain, bergotong royong membangun daerah setempat, membantu orang lain yang kesulitan, menghargai pendapat, menjunjung keputusan dalam musyawarah bersama dan lain-lain. Masih banyak penerapan nilai-nilai yang sesuai dengan cara hidup berbangsa dan bernegara yang baik.

Wawasan kebangsaan terwujud dari tata laku baik lahiriah dan batiniah yang mencerminkan warga negara Indonesia sejati. Rasa cinta tanah air bisa memberikan kecintaan diri pada bangsa sehingga Kita memiliki semangat nasionalisme. Jati diri bangsa wajib dijaga dengan rasa bangga, sehingga generasi penerus bahagia terlahir di bumi Indonesia.

Tak hanya sekadar teori, warga negara wajib mengimplementasikan sudut pandang mengenai diri dan tanah air demi penyelenggaran kehidupan bermasyarakat dengan baik. Makna wawasan kebangsaan mencakup beberapa hal berikut ini.

a.    Mengamanatkan kepada seluruh warga negara untuk menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan bangsa diatas kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu.

b.    Tidak memberikan tempat untuk patriotisme yang licik.

c.    Mengembangkan persatuan Indonesia sehingga bisa mempertahankan keutuhan NKRI dengan berdasarkan azas Bhinneka Tunggal Ika.

d.    Negara Indonesia yang bersatu bisa mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera dan sejajar dengan bangsa lain.

e.    Wawasan kebangsaan harus selalu berlandaskan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia dan berhasil menjalankan misi ditengah kehidupan tata negara di dunia.

3.    Wawasan kebangsaan NKRI

Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepuluan terluas di dunia yang memiliki berbagai macam suku, budaya dan agama. Dalam kehidupan sosial tersebut, pasti ada beberapa kelompok yang berusaha memecah belah dengan memberikan informasi hoaks atau adu domba. Oleh sebab itu, warga negara wajib memahami wawasan nusantara dengan baik.

Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan wajib dilakukan setiap warga negara dari segi sosial, budaya, sejarah, ekonomi dan sebagainya. Wajib menjunjung dasar ideologi Pancasila dan UUD 1945 sebagai patokan hidup bermasyarakat. Contoh paling konkrit misalnya melakukan musyarawah demi mendapatkan mufakat, mengedepankan kepentingan umum dibandingkan kepentingan perseorangan, menghargai agama dan budaya orang lain serta masih banyak contoh lain.

Menjadikan falsafah Pancasila dan UUD 1945 merupakan pedoman hidup setiap orang yang hidup di Indonesia agar bisa menciptakan kedamaian berinteraksi dengan masyarakat lain. Mewujudkan sikap cinta tanah air sejak dini, agar bisa menjadi generasi penerus yang siap menjaga keutuhan negara tercinta. Mewujudkan pembangunan bangsa bisa dilakukan dengan memberikan prestasi terbaik untuk Indonesia.

Wawasan nusantara wajib diterapkan sejak dini agar penerus bangsa memiliki jiwa nasionalisme atau cinta tanah air. Tindakan yang mengutamakan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadi atau kelompok merupakan implementasi pengertian wawasan nusantara guna mewujudkan Indonesia yang bersatu dan berdaulat.

Berikut ini beberapa hal yang perlu diterapkan dalam wawasan kebangsaan:

a.    Sebagai Wawasan Pembangunan

Fungsi pembangunan bisa digerakkan dalam semua aspek kehidupan di negara tercinta baik agama, politik, pertahanan, sosial, ekonomi dan budaya.

b.    Sebagai Konsep Ketahanan Nasional

Wawasan nusantara merupakan dasar dalam konsep ketahanan sosial yang memegang peranan penting dalam mewujudkan perencanaan pembangunan, kewilayahan dan ketahanan keamanan nasional.

c.    Sebagai Wawasan Pertahanan Dan Keamanan

Pertahanan dan keamanan nasional yang mengacu pada geopolitik nasional Indonesia atau pandangan pada keamanan seluruh wilayah tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d.    Sebagai Wawasan Kewilayahan

Memiliki pandangan wawasan nusantara yang baik bisa memahami mengenai kewilayahan NKRI atau batas teritori sehingga tidak memicu sengketa dengan negara lain.

4.    Modal Baru kebangsaan

a.    Modal Fisik

Bagian dari bumi yang kita tempati secara turun temurun disebut oleh nenek moyang kita “Tanah Air”. Sebuah sebutan yang tepat sekali mengingat sebagai negara kepulauan di khatulistiwa, tempat ini memang terdiri dari tanah dan air, bahkan lebih luas permukaan airnya daripada permukaan tanahnya. Tanah Air ini, seperti yang kita alami secara fisis sehari-hari, memberikan sember kehidupan dan kemakmuran yang luar biasa, baik kemakmuran individual maupun kemakmuran kolektif. Orang Indonesia dilahirkan di tengah-tengah suatu kondisi fisik yang berlainan. Dengan perkataan lain, buat orang Indonesia perbedaan-perbedaan mengenai kondisi geografis hidupnya sama nyata halnya dengan air, udara, atau api, betul-betul mencolok dan begitu riil.

Tetapi yang membuat apakah akan ada permusuhan atau kerukunan, apakah akan tercipta kekacauan atau tata-tenteram, apakah akan terjadi pertarungan atau perdamaian, bukanlah perbedaan-perbedaan itu, betapa pun nyata dan tegasnya batas kelainan dan kekhasan ciri-cirinya. Yang menentukan perkembangan ke arah kebaikan atau keburukan adalah apa-apa yang kita pikirkan tentang perbedaan-perbedaan itu serta bagaimana perasaan, sikap dan perbuatan kita tentang kelainan dan kekhasan tersebut.

Adalah mudah untuk menganggap bahwa Tanah Air yang kita lihat sekarang ini tidak banyak berbeda dengan keadaan di masa lalu, masih terdiri dari tanah dan air yang sama. Suatu anggapan mudah untuk mengelirukan. Pola fisik dari tanah dan air itu sendiri mungkin saja tidak banyak berubah, tetapi apa yang kita lihat memang mengalami perubahan. Ada baiknya kini, tanpa merubah nama Tanah Air, kita renungkan citra yang ditawarkan olehnya demi kekukuhan hubungan dan keterkaitan antara kita, warganya, dengan entitas tanah dan air yang membentang di garis khatulistiwa ini.

Kepada dan bagi setiap warga Indonesia, bumi tumpah darah menyajikan tiga jenis citra (image). Pertama, Tanah Air Riil, tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka dan berduka, yang dialami secara fisis sehari-hari. Kedua, Tanah Air Formal, Negara-Bangsa yang berundang-undang dasar, yang memberikan identitas kepada warganya, berupa identitas kebangsaan, ketergolongan, kepemilikan, keabsahan, pertanggungjawaban, berdasarkan apa yang oleh Rousseau disebut “kontrak sosial”. Ketiga, Tanah Air Mental, tidak bersifat teritorial, dapat dikatakan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Ia lebih banyak berupa imajinasi dan imajinasi ini dibentuk dan dibina oleh visi yang diidealisir, menjadi ideologi bersama. Kadangkala ia cenderung ke arah utopia, kalau pun tidak metafisis dan menuntut loyalitas warganya atas masalah, penanggungan dan nasibnya sebagai representasi dari Negara-Bangsa yang merdeka dan Rakyat yang berdaulat, yang utuh dan menyeluruh.

Telah berkali-kali terjadi ribuan warga Indonesia tanpa tedeng aling-aling menyatakan loyalitas mentalnya pada sesuatu yang non Indonesia, sementara jasad (fisik) nya masih berpijak di bumi Indonesia dan hidup dari kesuburan Tanah Air ini. Dengan perkataan lain, orang-orang ini dengan sadar memperlakukan Indonesia hanya sebagai Tanah Air Fisik dan Tanah Air Formal. Tanah Air Mentalnya ada di tempat lain, berupa ideologi atau agama atau entitas kebangsaan tertentu yang pasti tidak representatif untuk Indonesia dan dengan bangga mereka menyatakan bersedia mengorbankan jiwa-raga mereka sebagai tanda loyalitas pada Tanah Air Mental tersebut.

Jadi sejauh yang mengenai dari citra Tanah Air, konvergensi dari ketiga jenis Tanah Air, bumi tumpah darah, disebut secara eksplisit sebagai entitas pertama diantara ketiga keutamaan keindonesiaan yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

b.     Modal Budaya

Menghadapi kondisi fisik yang berlainan, orang Indonesia juga dilahirkan di lingkungan warisan budaya yang beragam. Maka bagi dia perbedaaan tentang sistem nilai yang dihayati merupakan pula suatu kenyataan hidup, sama nyatanya dengan perbedaan mengenai kondisi geografis. Catatan sejarah Indonesia memang penuh keanekaragaman memori kebangsaan. Namun ada sebuah titik pandang lain untuk mempelajari sejarah keindonesiaan, berupa suatu substrat kebudayaan bersama yang selalu ada, tetap berlaku selama ini, tak lapuk dek hujan, tak lekang dek panas, yang mampu menautkan kembali kiambang kiambang terpisah setelah biduk pembelah berlalu.

Maka dalam gerakkan kebangkitan Indonesia Baru, yang “baru” ini bukanlah mengeramatkan memori-memori kebangsaan masa lalu yang sudah ada, tetapi menambah kesitu suatu memori masa depan, memori tentang keindonesiaan yang khas, mengenai Indonesia dalam kekhasannya, berupa suatu kemiripan yang tersembunyi di balik keanekaragaman yang mencolok selama ini.

c.    Modal Ruang

Salah satu kekeliruan fatal dari pelaksanaan pembangunan selama ini adalah realisasi pendekatannya yang mengabstrakkan ruang (space), baik dalam artian geografi fisik maupun geografi sosial. Padahal dewasa ini masalah geografi semakin lama semakin meramaikan pembahasan umum.

d.    Modal Mental

Indonesia sebagaimana adanya adalah produk dari mentalitas orang-orang Indonesia. Mengingat sikap karakteristik dari pikiran dan perasaan, yang mentalitas, merupakan penentu pula dalam pembangunan. Etika masa depan timbul dari adn dibentuk oleh kesadaran bahwa setiap makhluk akan menjalani sisa hidupnya di masa depan bersama dengan sesama makhluk hidup lain yang ada di bumi. Etika ini menuntut manusia untuk tidak mengelakkan tanggung jawab atas sesama makhluk hidup lainnya dan atas konsekuensi dari setiap aksi yang dilakukannya sekarang ini.

e.    Modal Intelektual

Kapasitas modal intelektual kita ada di diri setiap warga Indonesia, di ruang yang terdapat diantara kedua telinga masing-masing. Sayangnya isi yang ada di ruang itu, yaitu otak, masih terlantar. Maka hal “baru” yang perlu ditambahkan pada Indonesia kita ini adalah pendirian bahwa ketidakpastian sebenarnya tidak membuat kita terpojok dalam suatu kehampaan total, benar-benar lesu, tetapi menggugah kita berpikir tentang “mengapa” ketidakpastian ini, tentang masalah-masalah jalannya kehidupan, sejarah, sejarah kebangsaan, sejarah kemanusiaan yang adil dan beradab.

f.     Modal Politik

Bila suatu Negara-Bangsa brengsek secara politik, begitu pulalah keadaan ekonominya, hukumnya, keamanannya, kebudayaannya, pendidikannya, pembangunannya. Indonesia sudah lama dalam keadaan seperti ini dan, secara politis, bahkan kelihatan semakin parah. Mengenai representasi politik, rakyat Indonesia punya kebebasan lima tahun sekali untuk memilih orang-orang yang akan mewakilinya di DPR. Dan peristiwa ini, karena kebebasan itu, dibaptis dengan sebutan ”pesta demokrasi”. Namun apakah memang ada kebebasan, jadi demokrasi tersebut? Bukankah yang diminta dari rakyat adalah memilih partai politik dan partai inilah yang menentukan orang-orang, dari partai itu sendiri. Dengan perbedaan dan persamaan modal fisik, budaya, modal ruang, modal mental, modal intelektual, modal politik dan modal-modal lainnya harus diramu di kolaborasi memahami atas kebinekaan, inilah tugas dan tantangan yang berat bagi aparatur sebagai perekat bangsa yang sangat berat untuk dilaksanakan di era reformasi

C.   Peran penyuluh dalam moderasi Keberagamaan dan wawasan kebangsaan

Penyuluhan Agama Islam merupakan tugas yang dilaksanakan oleh seorang Penyuluh Agama Islam. Penyuluh Agama Islam adalah mitra bimbingan Direktorat Jenderal Bimbingan masyarakat Islam sekaligus sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan tugas membimbing umat Islam dalam mencapai kehidupan yang bermutu dan sejahtera lahir batin (Depag, 2003 : 17).

Kegiatan penyuluhan Agama Islam di Indonesia pada mulanya dilaksanakan oleh para pemuka agama yaitu Ulama, Muballigh, Da’i atau Kiai yang menyampaikan langsung kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengajian, tabligh, dakwah di rumah-rumah, langgar, masjid maupun tempat-tempat lainnya. Materi yang disampaikan dalam penyuluhan Agama Islam selain khusus tentang agama juga disampaikan tentang masalah kemasyarakatan dan bimbingan dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan akhir yang ingin dicapai dari penyuluahan agama pada hakekatnya ialah terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai yang ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh komitmen dan konsisten disertai wawasan multi cultural, untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai satu sama lain. Penyuluhan agama adalah usaha penyampaian ajaran Islam kepada umat manusia oleh seseorang atau kelompok orang secara sadar dan terencana, dengan berbagai metode yang baik dan sesuai dengan sasaran penyuluhan, sehingga berubahlah keadaan umat itu kepada yang lebih baik, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Melihat dari peranan penyuluh agama Islam sebagaimana diuraikan tersebut diatas, maka jelas bahwa tugas pokok penyuluh agama Islam adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama. Sedang fungsi dari penyuluh agama adalah :

a.    Fungsi Informatif dan Edukatif

Penyuluh Agama Islam memposisikan dirinya sebagai da’i yang berkewajiban mendakwahkan Islam, menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

b.    Fungsi Konsultatif

Penyuluh agama Islam menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, baik persoalan- persoalan pribadi, keluarga atau persoalan masyarakat secara umum. Penyuluh agama harus bersedia membuka mata dan telinga terhadap persoalan yang dihadapi oleh umat. Penyuluh agama menjadi tempat bertanya dan tempat mengadu bagi masyarakat untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah dengan nasehatnya. Maka dalam hal ini penyuluh agama berperan sebagai psikolog, teman curhat dan teman untuk berbagi. Tetapi dari fungsi sebagai konsultatif tersebut belum sepenuhnya Penyuluh Agama menjadi tempat konsultatif masayarakat dalam memecahkan permasalahanya baik yang berhubungan dengan agama maupun dengan kehidupan sosialnya. Penyuluh Agama Islam baru berperan sebagai penyuluh yang berkedudukan sebagai pegawai negeri ( PNS) di Kementerian Agama.

c.    Fungsi Advokatif

Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan akidah, mengganggu ibadah dan merusak akhlak. Fungsi advokatif penyuluh agama selama ini memang belum mampu seluruhnya dapat diperankan oleh penyuluh agama, dimana banyak kasus yang terjadi di kalangan umat Islam sering tidak dapat kita bela. Misalnya dalam kasuistik yang berhubungan dengan politik, keadilan sosial (penggusuran), bahkan 3 sampai upaya pemurtadan yang berhubungan dengan perkawinan. Sehingga persoalan yang dihadapi tidak dapat diselesaikan dengan baik. ( Dirjen Bimbaga Islam, 2004 :23)

 Karena sasaran penyuluan agama Islam adalah kelompok-kelompok masyarakat Islam yang terdiri dari berbagai latar belakang sosio cultural, maka pemetaan kelompok sasaran Penyuluh Agama Islam penting dilakukan untuk memudahkan dalam memilih metode pendekatan dan menentukan materi bimbingan atau penyuluhan yang relevan dan benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.

Pada masa pembangunan dewasa ini peranan penyuluhan agama sangat penting, karena mengingat beberapa hal penting berikut:

a.    Pembangunan memerlukan partisipasi seluruh anggota masyarakat dan umat beragama perlu dimotivasi untuk berperan aktif menyukseskan pembangunan.

b.    Umat beragama merupakan salah satu modal dasar pembangunan

c.    Agama merupakan motivator pembangunan.

d.    Media penyuluhan merupakan sarana dan modal penting dalam melaksanakan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

 Melihat beberapa hal penting tersebut, maka penyuluhan agama tidaklah semata-mata bertujuan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan masyarakat terhadap Tuhan-Nya, melainkan juga pengamalan ajaran agamanya dalam berbakti pada Nusa dan Bangsa. Dalam perkembangannya penyuluhan Agama Islam dilaksanakan oleh Penyuluh Agama Islam yang secara struktural ada di dalam Kementerian Agama.

Dalam pelaksanaan tugasnya, terdapat tiga tugas yang operasional dilaksanakan oleh Penyuluh Agama Islam, yaitu:

a.    Bimbingan pengamalan agama

b.    Menyampaikan gagasan pembangunan

c.    Meningkatkan kerukunan hidup beragama.

Dengan adanya Penyuluh Agama Islam baik PNS maupun Non PNS dalam masyarakat, maka diharapkan terwujud masyarakat yang paham akan ajaran agama dan mampu mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari, mampu berpartisipasi dalam pembangunan dan terbina kerukunan hidup antar umat beragama.

 

PENUTUP

 

A.   Kesimpulan

Pemahaman tentang moderasi beragama harus dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual, artinya bahwa moderasi dalam beragama di Indonesia bukan Indonesia yang dimoderatkan, tetapi cara pemahaman dalam beragama yang harus moderat karena Indonesia memiliki banyaknya kultur, budaya dan adat-istiadat.

Pada tataran praktisnya, wujud moderat atau jalan tengah dalam Islam dapat diklasifikasikan menjadi empat wilayah pembahasan, yaitu:

a.    Moderat dalam persoalan akidah

b.    Moderat dalam persoalan ibadah

c.    Moderat dalam persoalan perangai dan budi pekerti

d.    Moderat dalam persoalan tasyri’ (pembentukan syariat)

Nilai wawasan kebangsaan sangat fundamental dalam kehidupan berbangsa bertanah air. Nilai kebangsaan secara umum  mencakup 6 hal yaitu:

a.    Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME

b.    Mencintai tanah air dan bangsa

c.    Demokrasi dan kedaulatan rakyat

d.    Tekad bersama seluruh warga negara mewujudkan Indonesia yang bebas, merdeka dan bersatu,

e.    Masyarakat yang adil dan makmur

f.     Kesetiakawanan sosial

Tugas pokok penyuluh agama Islam adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama.

a.    Fungsi Informatif dan Edukatif

b.    Fungsi Konsultatif

c.    Fungsi Advokatif

B.   Kritik Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis memahami masih jauh dari harapan kesempurnaan. Sehingga kesalahan dan kekeliruan dalam merumuskan dan menyampaikan ide gagasan masih jauh dari apa yang diharapkan oleh pembaca sekalian. Untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini kedepannya.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulak Tondi Tu Badan

Cerita Rakyat "BORU AGIAN NA MATE MALUNGUN"

Kepemimpinan Rasulullah Dalam Pendidikan