INI PASTI SALAH GURU

Foto ilustrasi diambil dari laman facebook. 

Tapi tulisan ini berawal dari kisah nyata, Sabtu tanggal 3  April 2021. Penulis menyaksikan sendiri, puluhan pelajar di salah satu kabupaten. Masih dengan bangga melakukan tindakan yang tidak terpuji ini. Ditengah vandemic yang masih berlangsung, sekolah yang masih abu abu proses pelaksanaannya. Bahkan belum ada kabupaten kota yang membuka krannya. Rombongan pelajar, masih saja berkompoi, mencoret baju, dan ugal ugalan dijalan tanpa protokol kesehatan. Tapi sudahlah, ini pasti salah guru. 

Anggaran pendidikan kita cukup besar, 20% dari APBN. Sekitar Rp.400 triliun pertahun, dalam kacamata investasi, ouput pendidikan harus mampu memberi income kepada Negara lebih dari Rp. 400 triliun, atau subsidi (beban) Negara terhadap kaum Miskin dan pengangguran berkurang dari angka tersebut.

Seorang Nelson Mandela yang mengucapkan: ”Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” Pendidikan merupakan senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Oleh karena itu, Negara seharusnya hadir terus memikirkan strategi pendidikan yang optimal untuk mendidik generasi penerus. Investasi bertahun-tahun pada generasi muda yang memakan biaya miliaran dolar terus dikerjakan banyak negara. Periode pengembalian (payback period) investasinya bisa sangat panjang. Jauh melampaui bisnis-bisnis populer zaman ini.

 Namun dapat dipastikan negara yang absen dalam memperhatikan pendidikan generasi mudanya, akan segera tergerus oleh derasnya arus zaman ini. Sains dan teknologi saat ini berkembang jauh lebih cepat dibandingkan masa-masa sebelumnya. Ketertinggalan dalam kedua hal ini akan membuat pendidikan salah arah.

Jika negara menata pendidikan hanya sebagai proyek, maka hasilnya akan lahir manusia manusia proyek. Yang hanya mengambil dan mencari berdasarkan keuntungan mereka semata. Maka tidak heran muncul berbagai aplikasi penyedot anggaran, aplikasi penyedot paket data. Yang sesungguhnya bisa dirampingkan dalam satu pintu. 

Kementerian berusaha mencari keuntungan pribadi dari 20%, Provinsi juga tak mau kalah, kabupaten/ kota tak ketinggalan, para Kepala kepala sekolah mengganas. Maka jangan heran kualitas kita tidak berbanding lurus dengan kuantitasnya. 

Satu hal lagi yang menjadikan pendidikan kita semakin runyam, dan bahkan hampir tidak memiliki ruh lagi. Ketika pendidikan di tumpangi oleh politik kepentingan, maka hasilnya akan melahirkan kepentingan. Dan karakter yang di harapkan hanya sebagai lipstik dalam kampanye kampanye politik.

Dan ini pasti salah GURU, karena terlalu keras mengkritisi pemerintah, hingga tak bisa berkreasi dan bahkan di bully sampai mati, jika berani menyalahkan, dan tak mungkin bangkit lagi. Akibatnya akan di mutasi hingga tak bisa lagi berkreasi.

Realita pendidikan kita saat ini, harus kita cermati, kita kritisi dan bahkan perjuangkan sampai mati. Jika hasilnya hanya seperti foto ini, kira kira salah menteri atau Bupati? 
Jangan jangan guru Umar Bakri yang salah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulak Tondi Tu Badan

Cerita Rakyat "BORU AGIAN NA MATE MALUNGUN"

Kepemimpinan Rasulullah Dalam Pendidikan