Sudut Literasi


Sudut Literasi

Sedikit bercerita tentang foto ini,  Foto ini kami ambil di salah satu desa (tidak kami tuliskan nama desanya) ketika mengisi acara Maulid Nabi Saw. 

Sebelum acara berlangsung mata kami tertarik pada sudut balai desa, ditengah hiruk pikuk persiapan acara maulid. Segerombolan anak anak (Usia SD) asik juga dengan kegiatannya masing masing. Entah sama seperti kami yang baru pertama masuk keruangan ini, atau karena kerinduan mereka akan buku bacaan. 

Mereka asik dengan bacaannya masing masing, soal judul buku tentulah tidak penting. Namun mereka menitipkan pesan bahwa mereka rindu fasilitas baca, yang menambah khazanah keilmuan mereka sendiri. Bukan kah buku adalah jendela dunia?, ingin pintar baca buku, ingin tahu tanya guru.  

Tidak ada satu pun di dunia ini, bangsa yang maju, negeri yang makmur tanpa meningkatkan kwalitas pendidikannya. Sejak dahulu kala, hingga di era post moderen ini, masih menjadi standar utama. 
Kiranya ini menjadi perhatian kita, bahwa mereka rindu fasilitas baca yang mudah, murah diakses. 

Beberapa kali, pernah kami tuliskan, PUSTAKA DESA. Bukan hanya infrastruktur yang perlu kita bangun. Kwalitas SDM manusianya juga tidak kalah pentingnya. Bukan jalan saja yang penting, tapi melahirkan generasi yang bisa membangun jembatan lebih penting. Jalan paling lama tahan 10 tahun, namun ilmu pengetahuan, bisa berjuta tahun. 

Tapi bisa saja anak anak ini hanya iseng iseng saja hingga mereka tidak peduli dengan hiruk pikuk perayaan maulid. Seperti halnya saya yang iseng menulis, sambil menunggu di panggil protokol acara. 

Ketika kuliah S1 dulu, kami sering menemukan di Jorong (Nama administratif terkecil di Sumatera Barat) di Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam pustaka pustaka Jorong. Menyediakan berbagai macam jenis buku, meski pun tidak selengkap Pustaka Bung Hatta di Kota Bukittinggi. 

Bahkan di masjid masjid juga tersedia buku buku bacaan ala kadarnya saja. Pernah satu waktu kami tertarik membaca satu judul buku, yang hingga hari ini belum kami kembalikan (Dosa Besar kami meminjam tidak dikembalikan lagi). Buku dari masjid tempat kami dulu tinggal, yang judulnya " Koleksi Mentawai di Museum Negeri Aditiyawarman Sumatera Barat". 
Buku ini terbitan tahun 1981, masih ketikan dengan mesin tik. Belum menggunakan komputer seperti saat ini, di sampulnya tertera stempel KKN MAHASISWA ANDALAS 1986-1987. 

Biasanya masjid masjid hanya mengoleksi Alquran, namun di Sumatera Barat sudah sejak lama koleksi buku juga ada disetiap masjid. Meski pun tidak ada perpustakaan yang di sengaja khusus untuk itu. Di daerah Paluta, di Masjid (lupa namanya) desa Pamuttaran, masjid yang tepat di pinggir jalan juga ada perpustakaan di samping masjid tersebut. Cuman sering singgah disana, jarang di buka. 

Suatu waktu pernah berdiskusi dengan Tenaga Ahli Pemberdayaan desa, juga para pendamping desa. Apakah bisa Dana Desa dialokasikan untuk pembangunan perpustakaan desa? Begitu pertanyaan sederhana kami. 
Jawabannya tentu "bisa" tergantung keputusan musyawarah desa tersebut. Meski pun tidak menjadi prioritas utama, tentu secara bertahap bisa di alokasikan. Juga hal ini kembali kepada kepala desanya, sebagai pengelola dan penanggung jawab anggaran. Apakah kepala desa mau menganggarkan nya? Begitu secara singkat jawaban mereka. 
Political will lah kuncinya memang!!
Namun tentunya pemberdayaan dan pengelolaan perpustakaan tersebut harus di persiapkan pula, jangan bangunannya ada, tapi pengelolanya tidak ada. Alamat akan sia sialah bangunan tersebut nantinya. 


Catatan 
Guru Alif Alif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulak Tondi Tu Badan

Cerita Rakyat "BORU AGIAN NA MATE MALUNGUN"

Kepemimpinan Rasulullah Dalam Pendidikan